Lakon KrèSek


SEBUAH LAKON



KresèK

KrèSek



Karya:

Eko Wahyu Pratama






St : Seorang tua

Dj: Dialog jendela (versi lain St)


Latar dinding putih, di seberang dinding ada jendela gantung_yang kacanya terbuat dari kresek. Beberapa buntalan kantong kresek berserakan.


Seorang tua duduk menyandar dinding dengan tatapan matanya yang sedang bengong atau kosong, melamun atau merenung…. atau diantaranya, sembari tangannya otak-atik menyiapkan kantong-kantong  kresek. meskipun matanya sedang berada di dunia lain, tanganya sudah hafal harus berbuat apa.


Cahaya lampu lalu menyorot wajahnya… Ia tersadar.


St: "Ternyata pagi" (mengambil napas dalam-dalam)


Ia membenahi bajunya, lalu berdiri.

Memulai selayaknya berdoa. Tengadah. Mengangkat kedua tangan, seakan meminta.


Musik khas orang berdoa, seperti suara lebah.


St: "Dengan ini, hari yang baru, aku melangkahkan hidup. Jalan yang aku tempuh ialah jalan yang tidak bisa aku sangsikan. Barangkali ini memang warisan belaka, sahdan, semoga penuh keagungan"

(Mengambil napas dalam-dalam dengan cepat dan tergesa-gesa)


Ia katakan dengan mantap (seakan meminta orang-orang juga mengamini)


Ia, seorang tua itu lalu beranjak dari dinding, menuju jendela kresek. (Dari arah sebaliknya).

Jendela itu disinari warna, sehingga muncul siluet seorang tua itu. 


Seorang tua selalu menjadi yang lain ketika berada dibalik jendela. Seakan membicarakan keadaan yang sudah menjadi watak manusia. Sambil memeragakan gearakan wayang dengan tubuhnya sendiri.


Dari balik jendela 


Dj: "Sudahlah memang begitu, lakukan saja, tidak usah khawatir. Tidak usah murung". (Tertawa mengejek)



Ia kembali menuju dinding, dengan baju yang berganti menjadi baju kresek.

Mulailah kantong-kantong kresek ia tingkahi, ia tiup, sampai menggelembung, ia isi dengan kata-kata. Dengan suara-suara.

Makian, harapan, cacian, hutang, rindu, comberan dan mata hati dan sebagainya.



St: (mengarahkan mulutnya kedepan kresek) "Bagaimana? Sudah nyaman hidup kalian? menilap uang sebegitu banyak tidak ketahuan?.... Hah?.... Pura-pura tidak tahu?.... Itu soal uang, belum masalah yang lain. Kalian sudah menilap hidup. Me-ni-lap H-I-D-U-P. Hidup!. Hidup orang lain sudah kalian gerogoti, semacam jenis kanker, tapi kalian jarang terdeteksi. Kalaupun bisa dan kalian terdeteksi, kami tetap tidak bisa mengumumkan kalian sebagai kenyataan. Sebagai penyakit yang paling nyata, sungguh sulit 'menyatakan' bahwa kami menderita karena kalian". (Memejamkan mata sejenak)


Ia ikat kantong kresek yang sudah menggelembung itu. Lalu mengambil yang lain, selanjutnya….


St: "Ingatlah untuk tidak mengakhiri hidup, karena hidup bukanlah akhir dari segalanya. Hidup adalah transit sementara dari ada menuju keberadaan". (tersenyum)


Ia ikat. Mengambil yang lain lagi.


St: "Beruntungya aku, tidak jadi ditinggal kekasihku yang malang itu, yang serba kere banyak bualannya. Kalau sampai aku ia tinggalkan bisa rugi banyak hal aku ini. Maka, meskipun ia kere, banyak maunya, aku tetap cinta dan rela. Jangankan malaikat, aku juga bingung kenapa aku harus begini". (Terbahak-bahak)


Mengambil minum, berjalan mondar-mandir. Terkejut ia, ada kata-kata muncul dikepalanya. Aha!


Mengambil kantong yang lain.


St: "Hari ini tak mengapa jika rumahku haruslah perjalanan, besok pun juga tak mengapa, seribu tahun juga bukan masalah jika rumahku masih perjalanan. Bukan menjadi soal jika akupun tidak memiliki rumah. Yang aku takutkan ialah, jika perjalananku tidak ada 'aku' di dalamnya, jika rumahku bukanlah 'aku' pengguninya". (Mengangguk lega)


Ia berdiam diri sejenak, seperti semedi, cahaya berpusat padanya. 


Musik mencekam masuk. Lalu seorang tua itu berdiri, meniup kantong kresek, lantas kantong kresek yang menggelembung itu ia tempatkan di pantatnya, dan….


Brooootttt tut tut brooot….

(Tertawa lega) 


Kantong plastik itu terisi penuh dengan kentut.


Lalu ia beranjak menggampiri jendela gantung, seperti tersedot ke dalamnya. Warna jendela berubah.


Dj: "Dasar! Biadab! Sudah tahu mana yang benar dan mana yang salah, tetap saja kelakuanmu itu!" (Siluet itu memukul kepalanya)


Seorang tua keluar dari jendela, dengan celananya yang berganti dengan celana kresek. Ia memunguti kantong-kantong itu, lalu mulai menginkatnya sesuai golongan dengan beragam warna. 

 

St: "Ini merah, berarti pedas"(menggerakan kekiri dan kanan)

"Kuning, manis…."(ia gerakan ke atas dan bawah)

"Hijau gurih…." (Ia putar-putar)

"Yang cokelat, pahit" (ia berjongkok)

"Hitam berarti kecut" (ia berdiri)


Musik masuk…


Ia kembali menggampiri jendela gantung. Warna jendela berubah.


Dj: "Ah, tenang. 'Kan hanya sekadar hutang, tidak lebih. Toh kamu masih sanggup melunasinya, ya… meskipun berat".


Ia keluar, lalu bergegas menjadikan buntalan kantong kresek menjadi satu.


St: "ini adalah laku hidup"


"Kemana kita hendak menjajakan ini semua?" (Bertanya tanpa arah)


"Seperti biasa, mulai dari ujung hingga ke ujung. Dari desa ke kota. Hingga habis semua kantong kresek ini. Sampai habis, pokoknya sampai habis". 


"Untuk apa lagi? Inilah hidup" (sambil menimang-nimang kantong kresek)


Tiba-tiba warna jendela gantung berubah, ada siluet gitar tergantung. Seorang tua lalu menghampiri, terseret. Lalu mulailah ia bernyanyi. Menyanyikan lagu dari Doris Day "Whatever will be, will be" a.k.a Que Sera Sera.


Dj: "When I was just a little girl

I asked my mother, what will I be

Will I be pretty? Will I be rich?

Here's what she said to me"


"Que sera, sera

Whatever will be, will be

The future's not ours to see

Que sera, sera

What will be, will be"


"When I grew up and fell in love

I asked my sweetheart what lies ahead?

Will we have rainbows day after day?

Here's what my sweetheart said"


"Que sera, sera

Whatever will be, will be

The future's not ours to see

Que sera, sera

What will be, will be"


"Now I have children of my own

They ask their mother, what will I be

Will I be handsome? Will I be rich?

I tell them tenderly"


"Que sera, sera

Whatever will be, will be

The future's not ours to see

Que sera, sera

What will be, will be

Que sera, sera"


Semua cahaya padam.


Cahaya masuk. Lalu perlahan nampak seorang tua yang seratus persen siap menjajakan kantong-kantong kresek. Berlaga ada yang memesan, seorang langganan. 

Menghampiri sudut. 


St: "Tentu, apa pesanan bisa diatur" (berlagak menunggu respon)

"Oh itu, tentu saja masih. Yang untuk mengobati kesepianmu, toh?" (Mencari satu buntalan)


(Menyodorkan) "ini, ini hanya untukmu"(tersenyum).


"Semoga terhibur" (berjalan meninggalkan sudut) 


Ia kibas-kibaskan kantong kresek, seperti sporter bola mengibaskan syal kebanggan tim. Terlihat nyentrik.


St : (berteriak) "Kantong kresek bukan sembarang kantong. Pesanlah! Yang terpenting anda sekalian harus membeli! Supaya tidak ketinggalan trend!" 


Dari kejauahan ia melihat gedung tinggi. Sebuah kantor. Lalu ia mulai menawari setiap orang. 


St : (sambil menyodorkan kantong kresek) "mau pesan berapa? Ayolah, tidak perlu sungkan, murah ini, tidak sampai menghabiskan seluruh uang anda" (tersenyum)


"Kantong kresek bukan sembarang kantong kresek…." (Menghampiri yang lain) "mau yang warna apa?"


Tetiba, jendela gantung menyala lagi, menyeret seorang tua itu. Kali ini terdapat siluet podium.


Dj : " Sial! Sudah capek-capek kerja, disuruh ini, disuruh itu. Tapi bayaran tetap saja! Tidak ada perbaikan. Padahal, katanya gizi harus diperbaiki! Tapi bagaimana bisa jika kami yang bekerja tidak diberikan hak-haknya?" 


"Tapi tak apa, teruslah kita berbuat kebaikan. Karena kebaikan itu tidaklah sia-sia"


Seorang tua keluar dari jendela. Mengenakan dasi kantoran. Kali ini, ia seakan menghampiri pejabat pembinis: pembisnis yang punya 'jabatan'.


St : "Nah, ini cocok untuk proyek anda selanjutnya, kantong kresek ini berisi kata-kata yang anda butuhkan, berisi suara-suara yang anda inginkan" (menyodorkan buntalan kantong kresek)


 "Harganya? Tidak terlalu mahal, cukup murah, hanya dua milyar!"


(Terkejut, seperti mendapat penolakan sekaligus negosiasi)


"loh, ya sudah, saya tidak memaksa." (Tersenyum licik)


(Mendapat persetujuan)


"Nah, begitu seharusnya. Ini sah menjadi milik anda. Uangnya tinggal anda masukan ke kantong kresek, nanti taruh ditong sampah depan kantor. Nanti ada yang mengambil". (Melangkah pergi)


Berada ditengah, seakan mengklarifikasi.


St : " ya apa?" (Seakan ada yang memanggil)


"Kantongnya bocor? Lalu kata-katanya tidak sesuai? Suaranya hilang?" (Merasa terkejut)


(Mengambil napas dalam) "begitu… baiklah, itu murni kesalahan saya. Akan saya ganti. Tolong anda bersabar dalam posisi ini" (mengrenyitkan kening, seakan menyimak)


"Ya, anda tidak perlu membayar lagi. Bahkan uang anda kemarin akan saya kembalikan"


Jendela kresek berkedip-kedip. Podium dan gitar gantung muncul bersamaan. Seorang tua terserat, namun ia berusaha menolak. Tapi tetap saja ia kalah dengan tarikan jendela kresek.


Dj : " Kita telah banyak terpedaya oleh apa yang kita lihat dan dengar. Oleh prasangka-prasangka kita telah dijadikan budak kesemrawutan. Hari ini kita telah terombang-ambing oleh gelombang kemunafikan. Sehingga kita lupa pada kebersahajaan gerak laku kejujuran" (mulai memainkan gitar)


" dan apakah yang akan kita ketemukan jika hidup ini penuh kepalsuan?" 


"Kembalilah! Kembalilah pada dirimu sendiri yang ketika lahir memeluk ketakberdayaan. Yang ketika itu senantiasa jujur pada ketidak-mau-tahuan. Sehingga semesta mengajarimu arti kemurnian"


Lalu ia, siluet itu mengahirinya dengan menyanyi.  Lagu dari Iwan Fals "Kesaksian"



"Aku mendengar suara

Jerit makhluk terluka

Luka

Luka

Hidupnya

Luka


Orang memanah rembulan

Burung sirna sarangnya

Sirna

Sirna

Hidup redup

Alam semesta

Luka


Banyak orang

Hilang nafkahnya

Aku bernyanyi

Menjadi saksi


Banyak orang

Dirampas haknya

Aku bernyanyi

Menjadi saksi


Mereka

Dihinakan

Tanpa daya

Ya, tanpa daya

Terbiasa hidup

Sangsi


Orang-orang

Harus dibangunkan

Aku bernyanyi

Menjadi saksi


Kenyataan

Harus dikabarkan

Aku bernyanyi

Menjadi saksi


Lagu ini

Jeritan jiwa

Hidup bersama

Harus dijaga

Lagu ini

Harapan sukma

Hidup yang layak

Harus dibela"






Muncar/juli/2022

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perkara Ilmiah

Kadir Jaelawi

Subjek dan Tragedi